Kisah
ini bermula ketika kami sama-sama berjuang di dalam GAM untuk
pembebasan Aceh. Saya aktif dalam GAM semenjak tahun 1998. Cut
Nurasyikin mulai aktif jika bukan sedikit lebih awal dari saya, tentu
bersamaan dengan saya. Mulanya saya hanya mendengar nama Kak Cut, tetapi
semenjak tahun 1999, yaitu menjelang Pawai Referendum Damai, saya kenal
langsung dengan
Perempuan Hebat ini. Ketika Aceh dibawah Jeda Kemanusiaan di era Gus
Dur pada tahun 2000, Kak Cut dan Kak Masyitah pernah dipanggil rapat
oleh Tgk Muhammad Lampoh Awe dan Senior Representative GAM untuk HDC
karena Kak Cut dan Kak Masyitah dinilai agak banyak membuat statements
publik.
Mei 2003: Darurat Militer (Darmil)
Pemerintah
Megawati, atas desakan TNI (harap maklum, Mega had no own ideas),
Megawati dengan meminjam mulut SBY mengumumkan Darmil untuk Aceh mulai
tanggal 19 Mei jam 00:00. Bersamaan dengan Darmil atau lebih dahulu
beberapa hari, Cut Nurasyikin ditangkap di Aceh. Pada tanggal 24 Mei
saya ditangkap juga setelah beberapa hari berada di Jakarta untuk
memulai kegiatan under ground disana. Saya ditransfer ke Aceh setelah
sebulan meringkuk di dalam tahanan Polda Metro dimana saya diperlakukan
cukup manusiawi. Kami mengalami perlakuan cukup hewani dalam tahanan
Polres Aceh Besar (sekarang Poltabes Banda Aceh).
Ruang tahanan
saya berukuran 3 x 4 meter yang berisi paling sedikit 20 orang, tak
jarang pula berisi sampai 32 orang - berada bersebelahan dengan sel Kak
Cut yang berisi sekitar 6 orang. Kak Cut sering membagi makanan kepada
kami melalui jeruji pintu besi. Kak Cut juga yang berteriak-teriak untuk
menimbulkan perhatian tatkala kami dianiaya diluar batas
perikemanusiaan oleh polisi. Kalau Kak Cut sudah berteriak biasanya akan
muncul perwira kesana untuk menghentikan penganiayaan itu. Ada seorang
perwira yang sering muncul kala Kak Cut membunyikan "sirine"nya, namanya
Budiman. Sekarang Pak Budiman adalah Kapolsek Ulee Lheue. Kak Cut
divonis 14 tahun (koreksi...) dan saya diputus 9 tahun penjara. Kak Cut
mendekam di Penjara Wanita Lhok Nga, sedangkan saya membusuk di Penjara
Keudah. Sekali-sekali kami berbicara dengan HP seludupan. Bagi saya HP
adalah alutsista untuk meneruskan perjuangan di dalam penjara.
Malam menjelang tanggal 26 Desember 2004, malam terakhir, 5 jam sebelum Tsunami.
Malam
minggu, malam terakhir saya berbincang dengan Kak Cut Nurasyikin.
Petikan perbincangan selengkapnya saya sajikan dibawah ini, namun
bahasanya saya ubah ke dalam Bhs Indonesia, sebagian besar.
Kak Cut Nurasyikin (LP Lhok Nga) menelpon saya (LP Keudah) jam 02 dinihari tanggal 26 Desember 2004.
Kak Cut: Assalamualaikum Tgk. Agam. Peu haba di sinan? Ini Kak Cut.
Saya: Wa 'alaikumussalam, disini Jroh, haba got. Teurimonggeunaseh.
Kak Cut: Tgk. Agam, ada yang mau saya tanyakan sedikit. Boleh, tidak? Saya sangat galau dan sedih akhir-akhir ini.
Saya: Silahkan Kak Cut. Mau tanya apa?
Kak Cut: Begini
Tgk. Agam, apakah saya masih dianggap sebagai anggota GAM oleh Pimpinan
di Swedia? Kan saya dulu pernah diadili di Hotel Kuala Tripa (tempat
jururunding GAM).
Saya: Oh, itu kan sudah selesai permasalahannya sejak lama. No problem. Kak Cut masih seutuhnya anggota GAM.
Kak Cut: Tapi menurut Pimpinan di Swedia bagaimana?
Saya: Alaaa,
Swedia mana tau apapun mengenai hal itu. Sudah selesai, Kak. Jangan
dipikirkan lagi. Kak Cut 100% GAM. Santai aja, Kak Cut.
Kak Cut: Alhamdulillah....
Alhamdulillah.... Berarti tidak sia-sia pengorbanan saya. Saya masih
dianggap sebagai anggota GAM. Alhamdulillah. Saya pikir sudah tidak
dianggap lagi. (Suara Kak Cut terisak).
Kemudian percakapan
beralih topik, ke laporan pertempuran laut di perairan dekat Belawan
antara kapal perang ALRI dengan boat cepat GAM dimana boat milik GAM
melakukan serangan dengan RPG-7 terhadap 2 kapal perang RI. Perajurit
GAM melaporkan kepada saya sebanyak dua orang kapten kapal di dua kapal
perang tersebut tewas. Beberapa bulan yang lalu saya ngobrol dengan
seorang Jendral Angkatan Laut, termasuk juga menyinggung cerita jadul
tentang pertempuran di laut Belawan tahun 2004, ternyata kedua Perwira
AL itu tidak sampai meninggal dunia, hanya luka parah.
Kemudian,
Cut Nurasyikin membuat pernyataan yang mengagetkan saya, dan saya protes
keras atas pernyataan itu, karena terlalu absurd atau kabur. Tidak
mungkin terjadi begitu cepat tanpa agenda apapun.
Kak Cut: Tgk.
Agam, dalam waktu yang sangat dekat ini kita akan memperoleh
kemerdekaan. Mungkin saya tidak sempat melihatnya, saya akan meninggal
dunia sebelum kemerdekaan itu. Semoga Tgk. Agam dapat melihatnya.
Saya: Kak
Cut.... Kak Cut....!!! Omong apa itu? Gak mungkin terjadi. Tidak ada
agenda apa pun tentang Aceh di UN. Jangan sampai Kak Cut telepon ke
lapangan, takut nanti timbul eforia yang tidak logis di kalangan pasukan
kita, dan menjadi lengah.
Kak Cut: Ya... Ya... Tgk Agam, tapi ini pasti. Saya jamin kita akan mengalami kemerdekaan, tapi saya tidak sempat melihatnya......
Saya (memotong): Stop.... Stop.... Kak Cut, jangan teruskan lagi. Gak mungkin, gak mungkin!!!
Kak Cut: Benar,
Tgk. Agam, benar omongan saya. Teungku lihat saja nanti tanggal 30
Abraham Lincoln beserta ribuan tentara Amerika akan mendarat di Aceh,
lalu diikuti ribuan tentara dari banyak negara berduyun-duyun ke Aceh.
Saya: Nyan
ka kon.... Nyan ka kon.... (Ini sudah tidak logis). Darimana sumber
beritanya, darimana sumber beritanya? Tolong Kak Cut sebutkan sumber
beritanya. Tolong jangan Kak Cut propagandain ahli propaganda.
Kak Cut: Dari BBC....
Kak Cut terdesak dengan pertanyaan saya maka dia jawab sekenanya saja, dari BBC.
Saya: Ho....ho.... Kak Cut, saya dengar BBC 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Gak ada berita itu. Yang benar aja, darimana sumbernya?
Tut
tut tut..... Telepon putus. Saya coba telepon lagi, tapi tidak
tersambung. Saya perkirakan HP Kak Cut kehabisan baterai. Jam
menunjukkan pukul 03:15 dinihari tanggal 26 Desember 2004. Saya tidur.
EPILOG
Esok
hari, sekitar pukul 07:20 tanggal 26 Desember 2004 gempa 9.1 SR
mengguncang Aceh. Saya yang lumayan banyak membaca termasuk tentang
mekanisme gempa dan dampaknya, berkeliling penjara mengabarkan bahwa
gempa ini berpotensi Tsunami. Tetapi saya tidak pernah berpikir
Tsunaminya begitu dahsyat. Palingan sepinggang, pikir saya. Namun untuk
mengantisipasi segala hal, saya ikat sepatu sport saya erat-erat dan
saya masukkan HP dan rokok Marlboro merah saya kedalam kantong plastik
lalu saya ikat dengan karet. Tak lama Tsunami pun datang bagaikan
kiamat. Saya menyelamatkan diri keatas atap mushalla di tingkat dua
menunggu surutnya air.
Pada hari ke-3 pasca Tsunami saya kabur ke
Jakarta via Medan. HP mulai aktif lagi pada hari ke-3. Nur Djuli dll
saya sms untuk mengabarkan bahwa saya masih hidup. Bungkus rokok
Marlboro merah saya perlihatkan kepada aparat sweeping di jalan raya
seolah KTP Merah Putih, dan saya lolos.
Srikandi Aceh Cut Nurasyikin telah syahid dalam Tsunami. Tidak ada yang berhasil keluar hidup dari Penjara Lhok Nga.
Sore
hari tanggal 30 Desember, saya tiba di Jakarta. Tak lama kemudian,
muncul sms dari Nur Djuli: "Abraham Lincoln landed". Saya balas sms:
"Apa itu Abraham Lincoln?" Rasanya out of context. Lalu Nur Djuli
menjelaskan bahwa Kapal Induk Amerika telah masuk Aceh membawa ribuan
tentara.
Pruuuuummmm..... Kontan saya teringat apa kata
Almarhumah Cut Nurasyikin, "Teungku lihat saja tanggal 30 nanti Abraham
Lincoln beserta ribuan tentara Amerika akan mendarat di Aceh, lalu
diikuti ribuan tentara dari banyak negara berduyun-duyun ke Aceh". Saya
memang tidak "ngeh" waktu itu ketika Kak Cut Nur Asyikin menyebut nama
Abraham Lincoln maksudnya apa.
Tentang berdatangannya puluhan
ribu tentara asing ke Aceh sesuai dengan vision Almh Cut Nur Asyikin
sewaktu Beliau menelpon saya pada dinihari tanggal 26 Desember 2004, 5
jam sebelum Beliau syahid dalam Tsunami, adalah FAKTA. Akan halnya
vision merdeka baru dapat diterjemahkan ke dalam 2 hal: merdekanya
ratusan ribu roh Rakyat Aceh ke surga karena Tsunami, atau merdeka kecil
- perdamaian dan otonomi khusus bagi yang hidup.
Ilaa nabiyil
mustafa wa ilaa syaikuna, wa amiruna, wa ilaa ummuna wa abuwaina, wa
ilaa arwahi Cut Nurasyikin dan semua korban Tsunami, Al-Fatihah........
Sekian. Lebih dan kurang saya mohon maaf.
Sumber: status facebook pak Irwandi Yusuf tanggal 13 september 2014.
0 comments:
Posting Komentar